Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa Banyak Tempat Nolak Bayar Cash dan Hanya Mau QRIS? Yuk Kita Bahas!

Jujur ya, beberapa bulan terakhir kita sering banget lihat papan kecil bertuliskan:

“Hanya menerima pembayaran QRIS”

Atau kasir yang bilang,

“Maaf kak, gak bisa cash ya, cuma digital.”

Buat sebagian orang mungkin biasa aja, karena kebetulan punya saldo e-wallet atau mobile banking. Tapi bagi sebagian yang lain, ini jelas menyulitkan. Terutama orang tua, pedagang kecil, atau yang kebetulan kuota habis atau signal lemot.

Lalu muncul pertanyaan:

“Emang kenapa sih sampai cash gak diterima?”

Nah, aku mau bahas fenomena ini dengan santai tapi tetap logis, supaya kita nggak cuma ikut emosi melainkan bisa memahami dari dua sisi: konsumen dan pelaku usaha.

1. Cash itu masih sah! Jangan dilupakan

Pertama-tama, kita harus ingat:

Uang tunai masih alat pembayaran yang sah menurut undang-undang.

Artinya, harusnya semua pelaku usaha boleh atau bahkan wajib menerima cash.

Namun realitanya lapangan memang berubah. Banyak toko kecil sampai event besar yang nolak cash. Bahkan ada warung kopi pinggir jalan yang minta transfer QRIS.

Bu ibu-ibu yang beli sayur mesti buka aplikasi dulu. Lah kalau HP-nya jadul atau lowbat gimana?

2. Kenapa banyak yang beralih ke QRIS?

Meski terlihat ribet bagi sebagian orang, sebenarnya dari sisi pedagang ada beberapa alasan logis, misalnya:

a. Menghindari uang palsu

Jujur aja, uang palsu masih ada.

QRIS lebih aman karena sistem tercatat otomatis.

b. Tidak repot menyediakan kembalian

Ini masalah klasik:

“Bu, gak ada seribu… ada receh gak?”

Dengan QRIS, pembayaran bisa pas.

c. Semua transaksi tercatat rapi

Untuk pelaku usaha kecil, catatan transaksi digital memudahkan pencatatan pemasukan.

d. Lebih higienis

Pandemi membuat orang lebih sadar sentuhan fisik.

e. Promo dan cashback

E-wallet rajin kasih promo, bikin customer senang dan pedagang dapat keuntungan.

3. Tapi… masalahnya tidak semua orang siap digital

Nah disini inti konfliknya.

QRIS memang memudahkan banyak orang.

Namun juga bisa memunculkan ketimpangan digital.

Kita sering menganggap semua orang punya ponsel pintar, punya kuota, dan paham aplikasi pembayaran. Padahal faktanya:

Masih banyak ponsel jadul

Sinyal tidak stabil di beberapa daerah

Orang tua tidak terbiasa

Ada yang kesulitan instal aplikasi karena memori penuh

HP lowbat, e-wallet belum topup

Kebutuhan mendadak di tempat offline

Masa beli air mineral aja ditolak karena gak ada QRIS? Kan absurd.

Sistem digital harus fleksibel, bukan memaksa.

4. Risiko kalau cash benar-benar hilang

Kalau semua pembayaran dipaksa serba digital tanpa pilihan cash, banyak masalah sosial bisa muncul.

Orang miskin makin terpinggirkan

Untuk beli mie instan pun orang harus punya HP? Itu tidak adil.

Ketergantungan pada teknologi

Satu hari server error = transaksi lumpuh.

Privasi dan keamanan

Semua transaksi bisa dilacak. Bagi sebagian orang itu mengganggu.

Ancaman cyber crime

Saldo digital bisa dicuri kalau pengguna awam tidak paham.

Jadi jangan terburu-buru menghapus cash.

5. Solusi: QRIS boleh, tapi cash tetap diterima

Di era digital, kita tidak bisa menolak kemajuan, namun jangan mematikan akses orang lain.

Solusi sehat:

Pedagang menerima dua-duanya: cash dan QRIS

Edukasi pengguna yang gaptek secara pelan-pelan

Tetap buat alternatif saat sistem error

Kebijakan transisi, bukan pemaksaan

Tujuan digitalisasi harus mempermudah, bukan mempersulit.

6. Sudut pandang pelanggan: rasanya jadi serba salah

Coba bayangin pengalaman ini:

Kamu mampir beli nasi kucing Rp 10.000.

Dompet kamu ada uang, tapi HP lowbat 1%.

Lalu kasir bilang,

“Gak bisa cash ya kak.”

Sekarang pilihannya apa?

batal beli

pinjam HP orang

nyari colokan buat hidupin HP

Padahal pembayaran tunai itu simple, langsung selesai.

Konsumen akhirnya merasa:

dipaksa ikut sistem

tidak punya pilihan bebas

dianggap ketinggalan zaman

malu karena gaptek

Ini memunculkan ketidaknyamanan, bahkan bisa menurunkan minat beli.

Jadi bisnis sebenarnya rugi secara tidak langsung kalau cash ditolak mentah-mentah.

7. Edukasi ≠ pemaksaan

Banyak yang bilang:

“Biar masyarakat melek digital.”

Benar.

Tapi edukasi itu harus bertahap, bukan memaksa orang dengan menutup akses cash.

Yang terjadi sekarang.

bukan edukasi

tapi tekanan sosial

“Kalau mau hidup ya wajib cashless.”

Padahal, inklusi finansial seharusnya inklusif.

Jalan bareng. Pelan-pelan.

8. Teknologi itu memudahkan, tapi jangan menggusur hak

Digitalisasi pembayaran adalah kemajuan. Aku dukung dan pakai setiap hari juga.

Tapi…

jangan lupa cash adalah hak dasar manusia modern.

Sama seperti air, makanan, dan akses transportasi.

Kalau uang fisik tidak diterima, itu seperti mematikan pilihan orang.

Bukan takut sama teknologi. Tapi kita tidak boleh mengabaikan sisi manusia.

9. Ajakan untuk pelaku usaha

Buat kamu pemilik toko, warung, kedai kopi, atau pedagang kecil… coba dipikirkan lagi:

pelanggan cash juga pelanggan

tidak semua langsung bisa adaptasi

QRIS dan cash tidak harus saling bunuh

Kalau ingin mengurangi cash, bisa:

mulai arahkan pelan-pelan

beri info edukasi

tetap sediakan opsi tunai

Bisnis yang baik itu fleksibel, tidak egois sistem.

10. Ajakan untuk pelanggan

Buat kita sebagai konsumen, juga perlu memahami sisi pedagang.

Kalau punya saldo QRIS, pakai.

Biar proses cepat dan efisien.

Tapi kalau pedagang nolak cash tanpa solusi, kita berhak speak up dengan halus:

“Maaf, uang tunai masih sah. Bisa bantu terima?”

“HP saya mati kak. Bisa cash ya?”

Kadang hanya karena kebiasaan, bukan karena benar-benar tidak mau.

11. Kesimpulan: digital bagus, tapi harus tetap manusiawi

Cashless itu masa depan.

QRIS itu salah satu sistem terbaik saat ini.

Namun, dunia nyata tidak semuanya siap berubah secepat teknologi.

Bayangkan orang tua, pekerja kasar, petani, pedagang pasar, atau warga pedalaman. Mereka juga berhak bertransaksi tanpa hambatan.


Jadi intinya:

✔ QRIS = bagus

✔ pembayaran digital = keren

✘ menolak cash 100% = tidak adil dan tidak inklusif


Ayo kita dorong digitalisasi yang ramah manusia, bukan yang memaksa dan memutuskan akses orang.

Karena pada akhirnya, teknologi seharusnya dibuat untuk manusia bukan manusia yang dipaksa mengikuti teknologi.

Majid Abana Segaf
Majid Abana Segaf Penebar Cinta Dari Negeri Fana

Posting Komentar untuk "Kenapa Banyak Tempat Nolak Bayar Cash dan Hanya Mau QRIS? Yuk Kita Bahas!"